Gh social:

Wednesday 5 February 2014

Relevansikah politik luar negeri bebas aktif dengan keadaan indonesia sekarang?




Di dalam literatur hubungan internasional, perbedaan istilah ini memang tidak dikenal (Walter Carlness, 1999). Yang dikenal adalah terminologi foreign policy (kebijakan luar negeri), bukan foreign politics (politik luar negeri). Namun, konvensi penggunaan istilah-istilah ini di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut:
Politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi karakteristik pembeda negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Politik luar negeri adalah sebuah posisi pembeda. Politik luar negeri adalah paradigma besar yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia. Politik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, politik luar negeri cenderung bersifat tetap.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif masih tetap relevan. Kondisi ini juga ditunjang oleh makin menyatunya negara-negara di dunia dalam menghadapi isu bersama, seperti terorisme, flu burung, dan HIV/Aids. Masalah-masalah tersebut akhirnya menjadikan dunia bersatu dalam menjalin kerja sama internasional. Di antaranya membuat program untuk memerangi terorisme atau program untuk memberantas flu burung maupun HIV/AIDS di seluruh dunia.

Konsistensi (keajegan) bangsa Indonesia dalam melaksanakan politik luar negeri tercermin dari sikap bangsa Indonesia yang tidak memihak salah satu blok tertentu di dunia. Namun, Indonesia tetap ikut terlibat membantu negara-negara yang membutuhkan tanpa ada paksaan dan tekanan dari negara manapun. Politik atau kebijakan luar negeri pada hakikatnya merupakan “kepanjangan tangan” dari politik dalam negeri sebuah negara. Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kondisi politik dalam negeri, kemampuan ekonomi dan militer, serta lingkungan internasional.

Sejak Bung Hatta menyampaikan pidatonya berjudul “Mendajung Antara Dua Karang” (1948), RI menganut “politik luar negeri yang bebas dan aktif.” Politik ini dipahami sebagai sikap dasar RI yang menolak masuk dalam salah satu blok negara-negara superpowers (adikuasa), menentang pembangunan pangkalan militer asing di dalam negeri, serta menolak terlibat dalam pakta pertahanan negara-negara besar. Namun, RI tetap berusaha aktif terlibat dalam setiap upaya meredakan ketegangan di dunia internasional. Seperti diamanatkan konstitusi, RI juga menentang segala bentuk penjajahan di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan untuk kepentingan nasional.

Dengan kata lain, kebijakan luar negeri merupakan refleksi (pencerminan) dari politik dalam negeri dan dipengaruhi perubahan dalam tata hubungan internasional, baik dalam bentuk regional maupun global. Karena itu, setiap dinamika yang terjadi dalam perpolitikan dalam negeri akan memengaruhi diplomasi sebagai pelaksanaan kebijakan luar negeri. Secara umum, visi dan orientasi politik luar negeri RI seharusnya tidak berubah. Namun, perubahan dimungkinkan jika berkaitan dengan usaha perbaikan ekonomi dan citra RI di mata internasional.

Oleh sebab itu, politik luar negeri tidak bisa dikelola secara asalasalan. Apalagi pada era globalisasi seperti sekarang. Dalam hal ini tentu saja tidak hanya dibutuhkan keberadaan para diplomat yang andal, tetapi juga pemimpin yang mampu merespons secara cepat berbagai persoalan internasional. Persoalan internasional tersebut terutama yang ber dampak langsung terhadap negara dan bangsa Indonesia.

Kondisi ini sedikit terganggu dengan munculnya pengaruh negara adikuasa yang cenderung ingin memperkuat pengaruhnya terhadap negara-negara lain di dunia. Hal inilah yang menjadi dampak buruk globalisasi terhadap hubungan internasional.

0 comments:

Post a Comment